JOMBANG,  Mencermati bahaya gerakan radikal yang semakin mengancam persatuan, aktivitis mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Ya’qub Husein Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah al-Urwatul Wutsqa (STIT-UW) Jombang menggelar seminar kebangsaan, Minggu (30/4/2017) sore.

Kegiatan yang bersamaan dengan pelantikan pengurus komisariat itu tidak lain untuk mencegah masuknya aliran garis keras ke dalam kampus.

Hadir sebagai narasumber yakni Ketua STIT-UW Jombang, Prof. Dr. Hj. Istibsjaroh, SH., M.Ag. dan Ketua GP Ansor Cabang Jombang, Zulfikar Damam Ikhwanto, S.Sos, M.Si.

Dalam pemaparannya, Zulfikar menyatakan untuk kondisi seluruh kampus di Jombang tidak terlalu besar adanya kelompok radikal yang anti pancasila sebagai ideologi negara. Meski begitu, kampus masih menjadi sasaran masuknya aliran tersebut.

“Terutama yang mereka bidik untuk menyebarkan ajarannya adalah mahasiswa dari jurusan eksakta. Seperti matematika, dan sebagainya. Meski dikemas dengan kegiatan keagamaan, tapi kelompok radikal memiliki misi khusus merubah sistem negara kita. Kelompok radikal inilah yang harus kita hindari,” kata pria yang akrab disapa Gus Antok tersebut.

Menurutnya, kelompok radikal mahir dalam memanfaatkan teknologi informasi untuk mencitrakan ajaran mereka. “Medsos (media sosial) sudah mereka (kelompok radikal, red) kuasai. Ini juga yang harus kita waspadai,” bebernya.

Untuk menghadang kelompok radikal masuk kampus, Gus Antok ingin melakukan komitmen bersama dengan seluruh pihak perguruan tinggi yang ada di Jombang. Supaya bisa menjaga kampus dari masuknya kelompok anti pancasila.

“Tapi, kami sudah identifikasi semua gerakan ini. Sudah kami pelajari. Jadi, tetap kami lakukan pengawasan untuk dicegah berkembang di Jombang,” tandasnya.

Sementara itu, Ibu Istibsjaroh dalam ulasannya, menjelaskan tentang beberapa kelompok radikal yang masuk ke Indonesia. Diantaranya HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) dan ISIS (Islamic State Of Iraq and Syiria).

“Kelompok radikal ini ingin mendirikan Negara Khilafah di Indonesia. HTI caranya lebih halus, kalau ISIS dengan cara ekstrim. Padahal Negara kita sudah final, NKRI harga mati dan tidak bertentangan dengan ajaran agama islam,” ulas Bu Istibsjaroh yang juga pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat ini.

Bu Istibsjaroh juga mengingatkan bahwa kampus sebagai lembaga pendidikan jangan sampai menjadi tempat berkembangnya gerakan radikal. “Makanya, kalau sampai ada mahasiswa disini (STIT-UW) ikut kelompok radikal, silahkan keluar saja,” tegasnya disambut tepuk tangan para peserta seminar. (oza/oza)